Alam menyediakan banyak sumber daya
yang bisa diolah menjadi energi alternatif. Gelombang air laut termasuk salah
satunya. Memanfaatkan sumber daya alam tersebut, Zamrisyaf, salah satu staf
perencanaan PLN di wilayah Sumatera Barat, mengembangkan sebuah pembangkit
listrik.
Memanfaatkan Sistem Bandul
Pembangkit listrik yang digagas
Zamrisyaf dibuat dengan memanfaatkan tenaga gelombang laut dan sistem bandulan.
Rancang bangunnya berbentuk ponton, sampan yang rendah dan lebar, yang
ditempatkan mengapung di atas permukaan air laut.
Konsep pembangkit listrik tenaga
gelombang laut sistem bandulan (PLTGL-SB) ini sebenarnya sederhana. Gerakan air
laut akan menggerakkan ponton sesuai dengan alur dan fluktuasi gelombang air
laut. Gerakan ponton akibat fluktuasi gelombang laut itu akan membuat bandul-bandul
yang ada di dalamnya ikut bergoyang seperti lonceng. Gerakan bandul tersebut,
kata Zamrisyaf, akan ditransmisikan menjadi gerakan putar untuk memutar dinamo.
Dari situlah, selanjutnya PLTGL-SB bisa menghasilkan energi listrik.
Idealnya, PLTGL-SB dibangun di
perairan yang memiliki potensi gelombang laut. Penempatannya, menurut
Zamrisyaf, kurang lebih kurang 500-1000 meter dari bibir pantai. Ia
menambahkan, seluruh peralatan penggerak, mulai dari bandul sampai dinamo,
dipasang dan ditempatkan di dalam ponton. Dengan begitu, selain ponton, tidak
ada satupun peralatan utama yang terkena air laut.
Kelebihan
Pembangkit listrik tenaga gelombang
laut dengan sistem bandul ini punya beberapa kelebihan. Yang pertama,
teknologinya sangat akrab dan ramah lingkungan. “Di samping tidak menggunakan
bahan bakar minyak, dalam penempatan pembangkit ini tak ada lahan yang perlu
dimodifikasi. Jadi, tidak merusak lahan,” papar Zamrisyaf. Bahkan, tambahnya,
teknologi ini bisa mengatasi abrasi pantai karena energi gelombang laut yang
akan menghantam pantai diambil oleh pembangkit untuk dijadikan energi listrik.
Kelebihan lainnya, dibandingkan
dengan pembangkit listrik tenaga gelombang laut lainnya yang umum diproduksi di
luar negeri, misalnya yang memanfaatkan temperatur, arus, atau tekanan air
laut; PLTGL sistem bandulan ini lebih aman dari kemungkinan rusak akibat air
laut. Alasannya, tak ada satupun peralatan utamanya yang terkena air laut,
kecuali ponton. Karena itulah, kata Zamrisyaf, pembangkit listrik yang
menjanjikan kapasitas daya sekitar 500kW per unit ini cocok untuk diterapkan di
daerah kepulauan seperti Indonesia.
Terinspirasi Lonceng Kapal
Zamrisyaf mengaku sudah tertarik
dengan energi gelombang air lalu sejak akhir tahun 1990. Ceritanya dimulai saat
dia, dalam perjalan pulang ke Padang dari kepulauan Mentawai, merasakan
gelombang laut mengombang-ambingkan kapal yang ditumpanginya. Saking besarnya
gelombang, bahkan ia merasa kesulitan berjalan di atas kapal yang besar itu.
“Saya mulai berpikir tentang bagaimana cara dan bentuk teknologi untuk
memindahkan energi gelombang laut menjadi energi mekanik untuk pembangkit
listrik,” tuturnya.
Penasaran mencari bentuk teknologi
yang sesuai, Zamrisyaf sering mengamati perahu-perahu nelayan yang sedang
mencari ikan. Ilham akhirnya datang saat dia melakukan perjalanan dari Padang
ke Jakarta naik kapal “Lambelu”, pada awal 2000.
“Dalam perjalanan itu, saya mulai
mengamati keadaan sekeliling kapal. Akhirnya mata saya tertuju pada lonceng
yang ada di depan kapal. Saya tidak tahu untuk apa lonceng itu,” katanya.
Keesokan harinya, dari temannya, baru Zamrisyaf tahu apa kegunaan dari lonceng
tersebut. “Teman saya bilang, malam itu gelombang cukup besar. Akibat dari
gelombang yang besar itu, bunyi lonceng kapal terdengar. Nah, baru saya tahu
bahwa lonceng itu untuk menandakan besarnya gelombang. Itulah kira-kira bentuk
teknologi yang saya cari,” kisahnya.
Setelah menemukan bentuk
teknologinya, Zamrisyaf mulai melakukan penelitian dan uji coba kecil-kecilan.
“Peralatan utama yang diperlukan untuk PLTGL sistem bandulan ini, di samping
ponton dan bandul juga perlu dilengkapi dengan bevel-gear dan minimal dua buah
one-way bearing (untuk satu bevel-gear), dan peralatan pendukung lainnya,
seperti pompa dan motor hidrolik,” jelasnya.
Pengembangan
Menurut Zamrisyaf, pengembangan
pembangkit listrik ini cukup memakan waktu lantaran terkendala beberapa hal.
“Kesulitan bagi saya yang pertama tentu masalah biaya untuk melakukan
penelitian dan uji coba, untuk menemukan teknologi yang cocok untuk mengubah energi
gelombang laut jadi energi mekanik, terutama untuk listrik,” ungkapnya. Selain
itu, tidak banyak orang, termasuk akademisi, atau lembaga yang paham bahwa
penelitian dan uji coba itu masih butuh tahapan-tahapan untuk menyempurnakan
hasilnya.
Mengenai pengadaan peralatan untuk
membangun PLTGL-SB itu, dia mengaku tidak mengalami kesulitan. Hampir 90 persen
teknologi untuk mengembangkan pembangkit listrik ini berasal dari dalam negeri.
“Waktu penelitian dan uji coba
lanjutan keempat, saya sempat dibantu oleh GM PLN wilayah Sumbar saat itu, Pak
Sudirman. Waktu posisi Pak Sudirman digantikan GM yang baru, oleh GM yang baru
itu, kelanjutannya diserahkan ke PLN Litbang di Duren Tiga, Jakarta,” kata
Zamrisyaf. Saat ditanya apakah penelitiannya ini didukung oleh PLN, dia
menjawab, “Sulit bagi saya menjawabnya karena sejak uji coba pertama sampai
ketiga saya menggunakan dana pribadi, dan sampai saat ini belum ada tindak
lanjut dari PLN.”
Kendati demikian, potensi komersial
dari pembangkit listrik ini amat jelas, ungkap Zamrisyaf. “Selain ramah
lingkungan dan tidak mempergunakan BBM, potensi energi primernya juga banyak
tersedia dan menjanjikan. Selain itu, hampir 90 persen peralatan untuk
membangun PLTGL sistem bandul menggunakan konten lokal,” penerima penghargaan
100 Inovasi Indonesia 2008 ini memaparkan. Dia sendiri sudah mematenkan
penemuannya ini dan berencana untuk mencari sponsor untuk
mengkomersialisasikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tambahkan Komentar Anda Disini..!!!