Jumat, 25 Mei 2012

Menyulap Gelombang Laut jadi Energi Listrik

Alam menyediakan banyak sumber daya yang bisa diolah menjadi energi alternatif. Gelombang air laut termasuk salah satunya. Memanfaatkan sumber daya alam tersebut, Zamrisyaf, salah satu staf perencanaan PLN di wilayah Sumatera Barat, mengembangkan sebuah pembangkit listrik.

Memanfaatkan Sistem Bandul
Pembangkit listrik yang digagas Zamrisyaf dibuat dengan memanfaatkan tenaga gelombang laut dan sistem bandulan. Rancang bangunnya berbentuk ponton, sampan yang rendah dan lebar, yang ditempatkan mengapung di atas permukaan air laut.

Konsep pembangkit listrik tenaga gelombang laut sistem bandulan (PLTGL-SB) ini sebenarnya sederhana. Gerakan air laut akan menggerakkan ponton sesuai dengan alur dan fluktuasi gelombang air laut. Gerakan ponton akibat fluktuasi gelombang laut itu akan membuat bandul-bandul yang ada di dalamnya ikut bergoyang seperti lonceng. Gerakan bandul tersebut, kata Zamrisyaf, akan ditransmisikan menjadi gerakan putar untuk memutar dinamo. Dari situlah, selanjutnya PLTGL-SB bisa menghasilkan energi listrik.
Idealnya, PLTGL-SB dibangun di perairan yang memiliki potensi gelombang laut. Penempatannya, menurut Zamrisyaf, kurang lebih kurang 500-1000 meter dari bibir pantai. Ia menambahkan, seluruh peralatan penggerak, mulai dari bandul sampai dinamo, dipasang dan ditempatkan di dalam ponton. Dengan begitu, selain ponton, tidak ada satupun peralatan utama yang terkena air laut.
Kelebihan
Pembangkit listrik tenaga gelombang laut dengan sistem bandul ini punya beberapa kelebihan. Yang pertama, teknologinya sangat akrab dan ramah lingkungan. “Di samping tidak menggunakan bahan bakar minyak, dalam penempatan pembangkit ini tak ada lahan yang perlu dimodifikasi. Jadi, tidak merusak lahan,” papar Zamrisyaf. Bahkan, tambahnya, teknologi ini bisa mengatasi abrasi pantai karena energi gelombang laut yang akan menghantam pantai diambil oleh pembangkit untuk dijadikan energi listrik.
Kelebihan lainnya, dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga gelombang laut lainnya yang umum diproduksi di luar negeri, misalnya yang memanfaatkan temperatur, arus, atau tekanan air laut; PLTGL sistem bandulan ini lebih aman dari kemungkinan rusak akibat air laut. Alasannya, tak ada satupun peralatan utamanya yang terkena air laut, kecuali ponton. Karena itulah, kata Zamrisyaf, pembangkit listrik yang menjanjikan kapasitas daya sekitar 500kW per unit ini cocok untuk diterapkan di daerah kepulauan seperti Indonesia.

Terinspirasi Lonceng Kapal
Zamrisyaf mengaku sudah tertarik dengan energi gelombang air lalu sejak akhir tahun 1990. Ceritanya dimulai saat dia, dalam perjalan pulang ke Padang dari kepulauan Mentawai, merasakan gelombang laut mengombang-ambingkan kapal yang ditumpanginya. Saking besarnya gelombang, bahkan ia merasa kesulitan berjalan di atas kapal yang besar itu. “Saya mulai berpikir tentang bagaimana cara dan bentuk teknologi untuk memindahkan energi gelombang laut menjadi energi mekanik untuk pembangkit listrik,” tuturnya.
Penasaran mencari bentuk teknologi yang sesuai, Zamrisyaf sering mengamati perahu-perahu nelayan yang sedang mencari ikan. Ilham akhirnya datang saat dia melakukan perjalanan dari Padang ke Jakarta naik kapal “Lambelu”, pada awal 2000.
“Dalam perjalanan itu, saya mulai mengamati keadaan sekeliling kapal. Akhirnya mata saya tertuju pada lonceng yang ada di depan kapal. Saya tidak tahu untuk apa lonceng itu,” katanya. Keesokan harinya, dari temannya, baru Zamrisyaf tahu apa kegunaan dari lonceng tersebut. “Teman saya bilang, malam itu gelombang cukup besar. Akibat dari gelombang yang besar itu, bunyi lonceng kapal terdengar. Nah, baru saya tahu bahwa lonceng itu untuk menandakan besarnya gelombang. Itulah kira-kira bentuk teknologi yang saya cari,” kisahnya.
Setelah menemukan bentuk teknologinya, Zamrisyaf mulai melakukan penelitian dan uji coba kecil-kecilan. “Peralatan utama yang diperlukan untuk PLTGL sistem bandulan ini, di samping ponton dan bandul juga perlu dilengkapi dengan bevel-gear dan minimal dua buah one-way bearing (untuk satu bevel-gear), dan peralatan pendukung lainnya, seperti pompa dan motor hidrolik,” jelasnya.
Pengembangan
Menurut Zamrisyaf, pengembangan pembangkit listrik ini cukup memakan waktu lantaran terkendala beberapa hal. “Kesulitan bagi saya yang pertama tentu masalah biaya untuk melakukan penelitian dan uji coba, untuk menemukan teknologi yang cocok untuk mengubah energi gelombang laut jadi energi mekanik, terutama untuk listrik,” ungkapnya. Selain itu, tidak banyak orang, termasuk akademisi, atau lembaga yang paham bahwa penelitian dan uji coba itu masih butuh tahapan-tahapan untuk menyempurnakan hasilnya.
Mengenai pengadaan peralatan untuk membangun PLTGL-SB itu, dia mengaku tidak mengalami kesulitan. Hampir 90 persen teknologi untuk mengembangkan pembangkit listrik ini berasal dari dalam negeri.
“Waktu penelitian dan uji coba lanjutan keempat, saya sempat dibantu oleh GM PLN wilayah Sumbar saat itu, Pak Sudirman. Waktu posisi Pak Sudirman digantikan GM yang baru, oleh GM yang baru itu, kelanjutannya diserahkan ke PLN Litbang di Duren Tiga, Jakarta,” kata Zamrisyaf. Saat ditanya apakah penelitiannya ini didukung oleh PLN, dia menjawab, “Sulit bagi saya menjawabnya karena sejak uji coba pertama sampai ketiga saya menggunakan dana pribadi, dan sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari PLN.”
Kendati demikian, potensi komersial dari pembangkit listrik ini amat jelas, ungkap Zamrisyaf. “Selain ramah lingkungan dan tidak mempergunakan BBM, potensi energi primernya juga banyak tersedia dan menjanjikan. Selain itu, hampir 90 persen peralatan untuk membangun PLTGL sistem bandul menggunakan konten lokal,” penerima penghargaan 100 Inovasi Indonesia 2008 ini memaparkan. Dia sendiri sudah mematenkan penemuannya ini dan berencana untuk mencari sponsor untuk mengkomersialisasikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tambahkan Komentar Anda Disini..!!!